Diet Penyakit Hati dan Kandung Empedu


A.  Diet Penyakit Hati
Gambaran Umum
Hati merupakan salah satu alat tubuh penting yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hati juga merupakan tempat penyimpanan mineral berupa zat besi dan tembaga yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah serta vitamin larut lemak A,D,E, dan K. Hati mengatur volume dan sirkulasi darah serta berperan dalam detoksifikasi obat-obatan dan racun-racun. Dengan demikian, kelainan atau kerusakan pada hati berpengaruh terhadap fungsi saluran cerna dan penggunaan makanan dalam tubuh sehingga sering menyebabkan gangguan gizi.
            Dua jenis penyakit hati adalah Hepatitis dan Sirosis Hati.  Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh keracunan toksis atau karena infeksi virus. Sirosis Hati adalah kerusakan hati yang menetap, disebabkan oleh hepatitis kronis, alkohol, penyumbatan saluran empedu, dan berbagai kelainan metabolisme. Gejalanya yaitu kelelahan, kehilangan berat badan, penurunan daya tahan tubuh, gangguan pencernaan, jaundice.

Tujuan Diet
Tujuan Diet Penyakit Hati dan Kandung Empedu adalah untuk mecapai dan mempertahankan status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati, dengan cara ;
1.      Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut atau meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa.
2.      Mencegah katabolisme protein.
3.      Mencegah penurunan berat badan atau meningkatkan berat badan bila kurang.
4.      Mencegah atau mengurangi asites, varises esofagus, dan hipertensi portal.
5.      Mencegah koma hepatik.

Jenis Diet
1.      Diet Hati I
Diet Hati I diberikan bila pasien dalam keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid/BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna pemberian cairan maksimal 1 liter/hari.
            Makanan ini rencdah energi, protein, kalsium, zat besi dan tiamin; karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan sebagai diet hati 1 garam Rendah. Bila ada asites henbat dan tanda-tanda diuresis belum mebaik, diberikan Diet Rendah Garam I. Untuk menambah kandungan energi, selain makanan peroral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.

Bahan Makanan Sehari
a.       Makanan Padat
Bahan Makanan
Berat(g)
urt
Beras
100
4 gels bubur
Telur ayam
50
1 btr
Maizena
20
4 sdm
Daging
50
1 ptg sdg
Sayuran
200
2 gls
Buah
300
3 prg sdg pepaya
Margarin
30
20 sdm
Gula pasir
100
10 sdm

b. Makanan Padat + Formula Enteral BCAA (Branched Chain Amino Acid)
Bahan Makanan
Berat(g)
urt
Beras
100
4 gels bubur
Maizena
20
4 sdm
Daging
50
1 ptg sdg
Sayuran
200
2 gls
Buah
300
3 prg sdg pepaya
Margarin
30
20 sdm
Formula BCAA
750 ml
3 ¼ gls
Gula pasir
25
2        ½ sdm

2.      Diet Hati II
Diet Hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet I kepada pasien yang nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Protein diberikan 1 g/ Kg BB dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna.
Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A dan C, tetapi kurnag kalsium dan Thiamin. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan sebagai diet hati II Garam Rendah. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Garam Rendah I.
a.       Bahan Makanan Sehari
Bahan Makanan
Berat(g)
urt
Beras
200
4 gls tim
Maizena
40
8 sdm
Daging
100
2 ptg sdg
Telur Ayam
50
1 btr
Tempe
50
2 ptg sdg
Sayuran
200
2 gls
Buah
300
3 prg sdg pepaya
Minyak
25
2 ½ sdm
Gula pasir
70
7 sdm

3. Diet Hati III
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien Hepatitis akut(Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum?B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein dan tidak menunjukan gejala sirosi hati aktif.
            Menurut kesanggupan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini mengandung cukup energi, protein, lemak, mineral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I.
a.         Bahan Makanan Sehari
Bahan Makanan
Berat(g)
urt
Beras
250
5 gels tim
Maizena
20
4 sdm
Daging
100
2 ptg sdg
Telur Ayam
50
1 btr
Tempe
100
4 ptg sdg
Kacang Hijau
25
2 ½ sdm
Sayuran
200
2 gls
Buah
300
3 ptg sdg pepaya
Minyak
25
2 ½ sdm
Gula Pasir
70
7 sdm
Susu
200
1 gls

b.      Bahan Makanan yang Dibatasi
Bahan Makanan yang dibatasi Diet Hati I, II, dan III adalah dari sumber lemak, yaitu semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak dan santan serta bahan makanan yang menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka.

c.         Bahan Makanan yang tidak dianjurkan
Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk Diet Hati I, II, dan III adalah makanan yang mengandung alkohol, teh, atau kopi kental.

streptobacillus moniliformis


Domain       : Bacteria
Kingdom    : Bacteria
Phylum       : Fusobacteria
Class           : Fusobacteria
Order          : Fusobacteriales
Family         : Fusobacteriaceae
Genus         : Streptobacillus                                                      
Species      : Streptobacillus moniliformis   

     
              
Classification
Gram negative, pleomorphic or filamentous rod

Family
Fusobacterium

Affected species
Mice develop clinical disease; rats are asymptomatic nasopharyngeal carriers of this organism. Gerbils and guinea pigs have been infected as well. This is a zoonotic infection, and the two synonyms listed above are names of the disease in humans.

Frequency
Common in wild and pet rats, rare in laboratory rats, laboratory mice, and wild mice.

Transmission
S. moniliformis is usually transmitted through rat saliva, via a bite. It may also be transmitted through ocular or nasal secretions.

Clinical Signs and Lesions
Generally none in carrier rats; rarely, opportunistic pulmonary infections or abscesses are seen. In mice, susceptibility varies by strain, with C57BL/6 and outbred Swiss mice very susceptible, DBA/2 mice intermediate in susceptibility, and BALB/c and C3H/He mice resistant. Affected mice may present with sudden death due to septicemia, or a more prolonged septicemic course. Typical clinical signs include cervical lymphadenitis, diarrhea, conjunctivitis, cyanosis, haemoglobinuria, and weight loss. If animals survive the acute stages of disease, suppurative polyarthritis, osteomyelitis, and abscesses may be seen. On
necropsy, the liver and spleen may contain widespread foci of necrosis and inflammation. Petechiae and ecchymoses may be seen on serosal surfaces. Renal involvement is secondary to septicemia, and usually consists of interstitial nephritis with bacterial colonies often noted.
Humans have a variety of clinical presentations, including fever, rash, polyarthritis, and endocarditis. S. Moniliformis infection in humans may be fatal. Wild or pet rat bites should be reported to a physician and treated immediately.

Diagnosis
S. moniliformis may be cultured on blood agar from the nasopharynx of carrier rats or infected mice. Serology and PCR are also available.

Interference with Research
Although otherwise healthy, carrier rats are not suitable for use in research, due to the zoonotic potential of this organism. Affected mice are generally clinically ill and unfit for research purposes.

Prevention and Treatment
Since S. moniliformis infection is transmitted through direct contact with infected animals, their exclusion from the animal facility is a key point. Wild, feral, and pet rats should all be excluded from laboratory rodent areas. Incoming animals from non-commercial sources should be quarantined and tested for the presence of this organism. Staff working with laboratory rodents should not keep pet rats or work with wild or feral rats.
Although vertical transmission has been reported in mice (accompanied by fetal demise), hysterectomy or embryo transfer appears to be effective for elimination of S. moniliformis from carrier animals. The organism does not form spores, and is thought to have no significant environmental persistence, so normal environmental decontamination procedures should serve to remove S. moniliformis from the environment.

Dekubitus


Dekubitus adalah penyakit yang sering terjadi akibat pasien berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya. Penyakit ini sering dijumpai dirumah sakit pada pasien akibat kecelakaan yang harus dirawat berbulan-bulan. 
Dekubitus juga dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi hal ini memang lebih sering dijumpai pada kelompok lanjut usia karena terkait dengan imobilitas.
Dekuboitus menyebabkan rasa gatal-gatal dan nyeri. Tempat – tempat yang paling sering mengetahui dekubitus, antara lain : siku, pinggul, tumit, mata kaki, bahu,  telinga, sakrum

Penyebab Dekubitus :
  1. Tekanan  : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras, seperti tempat tidur.
  2. Gesekan dan pergeseran  yang berulang 
  3. Kelembaban yang bisa  disebabkan karena keringan
  4. Usia
  5. Hilangnya kesadaran atau penurunan kesadaran
  6. Dehidrasi
  7. Anemia
  8. Infeksi
  9. Gangguan vaskuler yg disebabkan krn perokok atau diabet
  10. Kekurangan gizi atau malnutris
  11. Kebersihan tempat tidur,
  12. Alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
  13. Duduk yang buruk
  14. Posisi yang tidak tepat
  15. Perubahan posisi yang kurang
Derajat Dekubitus :
Stadium I :
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderitadengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
 Stadium II :
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari
Stadium III :
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggudengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Biasanyasembuh dalam 3-8 minggu.
 Stadium IV :
 Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan


Cara mencegah terjadinya Dekubitus :
1. Merubah posisi pasien yang tidak dapat bergerak sendiri minimal 2 jam sekali untuk mengurangi tekanan.
2. Melindungi bagian tubuh yang tulangnya menonjol dengan bahan-bahan yang lembut misalkan bantal, 
    guling, bantalan busa.
3. Menkonsumi makanan sehat dengan zat gizi yang seimbang.
4. Menjaga kebersihan kulit dan mengusahakan agar kulit tetap kering dan tidak lembab