ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS

BAB I
KONSEP TEORI

A.    Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia atau  suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative.

B.     Anatomi dan fisiologi
1.      Anatomi


Organ tubuh yang mengekskresi insulin adalah kelenjar pancreas melalui pulau langerhans yang berada dalam kelenjar pancreas. Secara anatomis letak dari pada kelenjar pancreas pada belakang gaster di depan vertebralis lumbalis I&II. Di dalam kelenjar pancreas terdapat sel-sel beta yang menghasilkan insulin. Tiap pancreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Di samping sel beta ada juga sel alfa yang memproduksi glukogen yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar gula darah. Juga ada sel delta yang mengeluarkan semua somastostatin.
2.      Fisiologi
Fungsi utama dari insulin adalah megnendalikan kadar glukosa yang berada dalam darah. Bila digunakan sebagai pengobatan, memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi dn menggunakan glukosa serta lemak. Asupan glukosa yang terdapat dalam darah dihasilkan dari pemecahan karbohidrat dalam berbagai bentuk termasuk monosakarida dikonsumsi di dalam tubuh dipecahkan menjadi monosakarida dan diserap di dalam tubuh melalui duodenum dan jejunum proksimal.
Sesudah diabsorbsi kadar glukosa dalam darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya kembali lagi ke kadar semula yang merupakan hasil kerja dari insulin. Apa bila seseorang memakan makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel otot, hati serta lemak. Peningkatan glukosa dalam darah seiring dengan peningkatan glukosa dalam darah diperoleh dari makanan. (Smeltzer&Bare, 1997).

C.     Etiologi
1.      Diabetes tipe I:
a.       Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b.      Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c.    Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2.      Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a.         Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b.        Obesitas
c.         Riwayat keluarga
d.        kelompok etnik (diamerika serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan afro-amerika)

D.    Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1.        Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Kurang lebih 5%-10% penderita mengalami diabetes tipe I , pada diabetes jenis ini, sel – sel beta pancreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah.
2.        Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Kurang lebih 90%-95% penderita mengelami diabetes tipe II, ini terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau akibat penurunan jumlah produksi insulin
3.      Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
4.      Diabetes mellitus gestasional (GDM)




E.     Patofisiologi

F.      Tanda dan Gejala
1.      Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Ciri-ciri :
a.       Terjadi pada orang yang masih muda atau kurang dari 30 tahun.
b.      Penderitanya kurus.
c.       Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan seperti virus.
d.      Sering memiliki antibodi sel pulau langerhans.
e.       Gejala-gejalanya terjadi secara tiba-tiba.
f.       Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
g.      Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin.
h.      Komplikasi akut hiperglikemik : Ketosis Diabetik.
2.      Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Ciri-ciri :
a.       Terjadi diatas usia 30 tshun.
b.      Penderita bertubuh gemuk dan obesitas.
c.       Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan.
d.      Tidak ada antibodi sel pulau langerhans.
e.       Gejalanya terjadi secara perlahan-lahan, dan kemungkinan dengan tidak ada tanda-tanda dan gejala.
f.       Perlu insulin dari luar tubuh dalam keadaan stress, ada penyakit tertentu, ada komplikasi dan ada luka.
g.      Resisten terhadap ketosis, kecuali dalam keadaan stress atau menderita infeksi.
h.      Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glokosa darahnya melalui penurunan berat badan.
i.        Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak berhasil.
3.      Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4.      Diabetes mellitus gestasional (GDM)
a.         terjadi pada masa kehamilan pada trimester kedua atau ketiga
b.        resiko terjadi komplikasi perinatal diatas normal, khususnya makrosemia
c.         disebabkan oleh hormone yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin.

G.    Pemeriksaan diagnostic
1.      Pemerikasaan Urine
Pemerikasaan urine dengan ditambah larutan benedict yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Campurannya dipanaskan sambil dikocok diatas nyala api sampai mendidih, akan terdapat perubahan warna jika terdapat glukosa dalam urine.
2.      Pemeriksaan Darah
a.       Gula Darah Puasa (GDP)
Nilai normal 70-110 mg/dl. Persiapannya mulai tengah malam sudah puasa. Kriteria diagnostik untuk DM >140 mg/dl paling sedikit dalam dua kali pemeriksaan atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl
b.      Gula darah 2 jam post prandial
Nilai normal < 140 mg/dl. Gula darah diukur 2 jam setelah makan.    Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik.
c.       Gula darah sewaktu
Nilai normal < 140 mg/dl. Digunakan skrining bukan diagnostik.
d.      Test toleransi glukosa oral (TTGO)
Nilai gula darah < 115 mg/dl dalam 1 jam < 200 mg/dl dalam 1 ½ jam dan < 140 mg/dl dalam 2 jam. Pasien puasa mulai tengah malam. Gula darah puasa diambil dan diberi 75 mg glukosa. Sampel darah ditampung pada ½, 1 dan 2 jam kadang-kadang pada 3, 4 dan 5 jam.
Kriteria diagnostik untuk DM : GDP 140 mg/dl tapi gula darah 2 jam dan pemerikasaan lainnya > 200 mg/dl dalm dua kali pemerikasaan. Untuk IGT : GDP < 140 mg/dl, 2 jam antara 140-200 mg/dl dan pemerikasaan lainnya > 200 mg/dl.
TTGO dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas diet dan beraktivitas fisik 3 hari sebelum tes, tidak dianjurkan pada
1)        Hiperglikemia yang sedang puasa.
2)        Orang yang mendapat thiazide, dilantin, propanolol, lasix, thyroid, estrogen, pil KB, steroid.
3)        Pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif.



e.       Test toleransi Glukosa intravena (TGGI)
Persiapan dan prosedur sama seperti untuk TTGO. Dilakukan jika TTGO merupakan kontra indikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
f.       Test toleransi kortison glukosa
Dilakukan sama seperti TTG kecuali kortison diberikan pada awal pemerikasaan. Digunkan jika hasil test  TTG tidak bermakna. Kortison menyebabkan peningkatan kadar gula darah abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang berpredisposisi menjadi DM. Kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
g.      Glycosated hemoglobin (hemoglobin AIC)
Nilai normal 3,8-6,4 mg/dl. Diambil dari sampel darah. Berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata-rata selama lebih dari 3 bulan. Hemoglobin dikaitkan dengan glukosa dalam proporsi glukosa darah sirkulasi.
h.      C-peptide
Nilai normal pada waktu puasa 1-2 mg/dl dan 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa. Gula darah puasa 12 jam diambil sebelum ingesti glukosa dan pada 1 jam (dapat dikombinasikan dengan tes insulin serum). Mengukur proinsulin (produk samping yang tak aktif secara biologis) dari pembentukan insulin dapat membantu mengetahui sekresi insulin.
i.        Insulin serum
Nilai normal puasa : 2-20µ u/ml dan post puasa glukosa sampai 120µ/ml. Gula darah puasa 10-12 jam diambil sebelum ingesti glukosa dan setelah 1 jam. Tidak digunakan secara luas dalam klinik, dapat digunakan dalam diagnosis banding hipoglikemia atau dalam penelitian Diabetes.

H.    Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.      Diet
Penderita Diabetes Mellitus harus mengurangi konsumsi makanan dan harus memperhatikan pedoman 3 J yaitu jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis makanan.
Tujuan terapi diet dapat berbeda tergantung pada :
a.       Diagnosis diabetes dalam sub kelompok
b.      Derajat kegemukan pasien
c.       Adanya kelainan lipid yang menyertai
d.      Adanya komplikasi diabetic
e.       Therapi medik lain
2.      Latihan
Latihan ringan yang teratur setiap hari dapat memperbaiki metabolisme glikosa, asam lemak, dan badan keton yang merangsang sintesis glikogen. Latihan juga dapat membuang kelebihan kalori sehingga mencegah kegemukan yang bermanfaat untuk mengatasi adanya resistensi insulin pada obesitas. Latihan dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL yang merupakan faktor protektif untuk penyakit jantung koroner dan pembuluh darah perifer.
Penderita yang ikut serta sebelum, selama dan sesudah periode latihan memeriksa kadar gula darah sebelum, selama dan sesudah periode latihan. Penderita juga membutuhkan makanan camilan untuk mencegah timbulnya hipoglikemia dan mempertahankan kadar glukosa darah.
3.      Pemantauan
4.      Terapi (jika diperlukan)
a.       Agens Hipoglikemik Oral
Obat glikemik oral (oral hypoglykemic agent) dipergunakan jika diet dan olahraga tidak dapat mengontrol kadar gula dalam darah. Tablet-tablet hanya dapat merendahkan kadar glukosa darah jika tubuh seseorang menghasilkan sebagian dari insulin. Tablet tidak dapat mengganti insulin dan juga tidak dapat sebagai pengganti diet.
Terdapat dua macam obat yang bisa dipergunakan / dipakai :
1)      Sufonil Urea
Obat ini bekerja terutama merangsang langsung pankreas untuk mensekresi insulin. Membiarkan insulin bereaksi lebih efektif dan menghalangi hati untuk mengeluarkan lebih banyak glukosa. Golongan ini tidak dapat bekerja secara efektif untuk Diabetes tipe I dan pasien yang cenderung mengalami ketosis.
Golongan ini cocok untuk Diabates Mellitus tipe II.
Dua jenis Sulfonil Urea :
(a)           Generasi I, meliputi talbumid, karbitamid, glikodisin, asetim hiksamid, glikikomid, tolozamid dan klor propamid (long acting) dan talbutamid (short acting).
(b)          Generasi II, merliputi preparat glikozied, glibenklamid (gliburid), gliovidon, glipizid dan gliborunid.
2)      Biguanides
Golongan Biguanides mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
(a)      Dapat berefek hipoglikemik walaupun sel beta pankreas tidak berfungsi.
(b)      Tidak dapat berefek hipoglikemik pada orang diabetik.
(c)      Dapat meningkatkan proses lipogenesis (pembentukan lemak), menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan menurunkan berat badan.
(d)     Membuat insulin lebih efektif.
b.      Insulin
Insulin diindikasikan pada diabetes tipe II dan tipe II yang hiperglikeminya tidak berespon terhadap terapi diet dan obat-obatan hipoglikemia oral. Pemberian insulin hanya dapat diberikan melalui suntikan, insulin dihancurkan dalam lambung sehingga tidak diberikan per oral. Insulin disuntikan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha dan dinding perut. Jarum yang diberikan sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin terdapat dalam tiga bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda.
1)        Insulin kerja cepat atau short acting
Insulin ini sering kali menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit. Insulin ini sering digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikan 15-20 menit sebelum makan. Contoh insulin ini adalah insulin reguler yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
2)        Insulin kerja sedang atau intermediat acting
Mulai bekerja dalam waktu satu atau tiga jam, mencapai puncak maksimum dalam waktu 6 sampai 10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini disuntikan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan selama malam. Contoh insulin ini adalah insulin suspensi seng atau insulin isofon.
3)      Insulin kerja lama atau long acting
Efek baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. Contoh insulin ini adalan insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
5.    Pendidikan
Diabetes Mellitus merupakan sakit kronik yang memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan stress fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian Diabetes Mellitus, maka pasien harus belajar mengatur keseimbangan berbagai faktor.
Penyuluhan harus dimulai pada saat didiagnosa dan dilanjutkan sampai pasien dapat mempertahankan keadaan yang baik pada tingkat yang optimal. Sepuluh unsur yang diperlukan dalam program penyuluhan adalah definisi penyakit, nutrisi, aktivitas, pengobatan, monitoring kadar gula, hipoglikemia, kesakitan, perubahan psikologik, hygiene dan perawatan kaki dan tindak lanjut.
Pendidikan kesehatan bagi penderita Diabetes Mellitus dilakukan melalui 3 fase yaitu ;
a.         Initial management, dimana lebih ditekankan kepada pengetahuan ketrampilan yang diperlukan untuk bertahan.
b.        Home management, dimana pasien belajar untuk percaya diri dalam penyakit sehari-hari.
c.         Perbaikan cara hidup, dimana pasien belajar untuk memperkaya kehidupan mereka dengan cara fleksibel dalam mengatur, memandang dan mengambil keputusan.
I.         Komplikasi
1.      Komplikasi akut
a.       Kronik hipoglikemia
b.      Ketoasidosis untuk DM tipe I
c.       Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
2.      Komplikasi kronik
a.       Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pem -buluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
b.       Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik dan nefropati diabetik
c.       Neuropati diabetik
d.      Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e.       Ulkus diabetikum
Pada penderita DM sering dijumpai adanya ulkus yang disebut dengan ulkus diabetikum. Ulkus adalah ke-matian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman sap rofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.
Ulkus terjadi karena arteri menyempit dan selain itu juga terdapat gula berlebih pada jaringan yang merupakan medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul  pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada daerah telapak kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta di atas. Grade ulkus diabetikum yaitu :
1)        Grade 0 : tidak ada luka
2)        Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit
3)        Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4)        Grade III : terjadi abses
5)        Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal
6)        Grade V : gangren pad seluruh kaki dan tungkak bawah distal
Pengobatan dan perawatan ulkus dilakukan dengan tujuan pada penyakit yang mendasar dan terha-dap ulkusnya sendiri yaitu :
1)      Usahakan pengobatan dan perawatan ditujukan terhadap penyakit terhadap penyakit kausal yang men-dasari yaitu DM.
2)      Usaha yang ditujukan terhadap ulkusnya antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Pemberian luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptik ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganat 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang da -pat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka. Amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.



BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian Keperawatan
1.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2.      Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3.      Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4.      Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
5.      Integritas Ego
Stress, ansietas
6.      Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7.      Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
8.      Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
9.      Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10.  Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11.  Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

B.     Diagnosa keperawatan
1.        Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis   osmotik.
2.        Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
3.        Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
4.        Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
5.        Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
6.        Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
7.        Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

C.     Perencanaan keperawatan           
1.      Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1)      Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2)      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
3)      Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4)      Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5)      Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.

2.      Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
1)      Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
2)      Menunjukkan tingkat energi biasanya
3)      Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
1)      Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
2)      Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
3)      Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4)      Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
5)      Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.

3.      Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan :
1)      Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
2)      Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1)      Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2)      Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3)      Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4)      Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5)      Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.

4.      Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
1)      Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.
2)      Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
1)      Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2)      Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.
3)      Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4)      Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori  pada paha/kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

5.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan :
1)      Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
2)      Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1)      Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2)      Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3)      Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
4)      Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

6.      Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
1)      Mengakui perasaan putus asa
2)      Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
3)      Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
1)      Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
2)      Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping.
3)      Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
4)      Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

7.      Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi.
Tujuan :
1)      Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
2)      Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
3)      Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi :
1)      Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2)      Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3)      Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.
4)      Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat



DAFTAR PUSTAKA

Doengus, Marlynn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA International DiAGNOSIS KEPERAWATAN  Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan  Bare, Brenda G. 1997. Buku Ajar Keperawatn Medikal Bedah. Brunner & Suddath. Edisi 4. Volume 3. Jakarta: EGC


http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-diabetes-mellitus/ diakses pada tanggal 17 Juni 2013 pukul 17.36

0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS"

Posting Komentar